Tulisan ringan mengenai Transport Geography
Kereta ekonomi jarak jauh dengan segala karakteristiknya tidak bisa dipungkiri menjadi tempat yang strategis untuk berjualan asongan. Tidak adanya larangan membuat para pedagang bebas berkeliaran di dalam kereta ekonomi. Dimata para penumpang sendiri pedagang terkadang dicari terkadang juga dimaki. Dicari ketika penumpang sedang membutuhkan sesuatu seperti makanan dan minuman (karena harganya murah meriah), dimaki ketika dirasa sangat mengganggu terlebih ketika kereta sedang berhenti cukup lama disebuah stasiun yang membuat kondisi gerah dan pedagang berbondong-bondong datang bak semut menggerogoti gula dengan suara-suara nyaring yang membuat bising telinga.
Kereta ekonomi jarak jauh dengan segala karakteristiknya tidak bisa dipungkiri menjadi tempat yang strategis untuk berjualan asongan. Tidak adanya larangan membuat para pedagang bebas berkeliaran di dalam kereta ekonomi. Dimata para penumpang sendiri pedagang terkadang dicari terkadang juga dimaki. Dicari ketika penumpang sedang membutuhkan sesuatu seperti makanan dan minuman (karena harganya murah meriah), dimaki ketika dirasa sangat mengganggu terlebih ketika kereta sedang berhenti cukup lama disebuah stasiun yang membuat kondisi gerah dan pedagang berbondong-bondong datang bak semut menggerogoti gula dengan suara-suara nyaring yang membuat bising telinga.
Terlepas dari semua itu, saya melihat ada sesuatu yang cukup unik dari fenomena pedagang asongan tersebut. Terdapat pola-pola keruangan dalam realitas perdagangan didalam kereta. Adanya aturan-aturan perdagangan yang telah disepakati per-segmen zona. Pedagang asongan segmen Cirebon-Cikampek misalnya, akan berbeda orangnya dengan pedagang segmen Tegal-Pekalongan. Dan para pedagang segmen Cirebon-Cikampek tidak bisa berjualan di segmen Tegal-Pekalongan. Begitu pula yang terjadi pada segmen-segmen lainnya. Segmen-segmen itu sendiri terbentuk diantara nodes yang dalam hal ini stasiun-stasiun yang cukup besar seperti Cikampek, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Solo, Kediri, Madiun, Blitar, Malang, Surabaya, dan stasiun besar lainnya.
Dalam hal harga pun sudah terjadi kesepakatan harga antar segmen. Harga pop mie seduh misalnya, pada segmen Cikampek-Cirebon dibanderol sebesar Rp.6000,-. Sedangkan pada segmen Cirebon-Tegal sebesar Rp.7000,-. Tidak bisa pedagang segmen Cirebon-Tegal menurunkan harga menjadi Rp.6000,-. Akan ada sanksi tersendiri bagi yang melanggar kesepakatan yang telah dibuat. Semua itu saya ketahui setelah beberapa kali melakukan perjalanan menggunakan kereta kelas ekonomi dan menanyakan langsung dari beberapa pedagang yang bersangkutan. Terlebih saya juga sering membeli makanan ataupun minuman dari para pedagang tersebut.
Selain itu, terdapat pula jenis barang yang khas yang didagangkan per-segmen. Pecel misalnya, pecel Cirebon akan berbeda dengan pecel Semarang ataupun pecel Madiun, pedagang pakaian batik hanya terdapat di Pekalongan, pedagang Brem Madiun hanya ada sekitar madiun, pedagang aksesoris hanya ada di segmen Karawang-Cikampek, dan banyak lagi beragam barang-barang khas yang dijual didalam kereta.
Benang merahnya ialah bahwa terdapat pola keruangan pedagang asongan dilihat dari karakteristik asongan yang dilihat per-segmen wilayah. Perlu pembahasan yang mendalam dan komprehensif untuk dapat membuktikan secara ilmiah fenomena keruangan diatas kereta tersebut.
No comments:
Post a Comment