Saya termenung di atas matras berbentuk puzzle di sebuah ruangan di lantai IV gedung Geografi UI. Pikiran saya melanglang memikirkan acara apa yang tepat untuk mengisi kekosongan diakhir kepengurusan masa bakti 2010-2011. Melakukan pendakian rasa-rasanya kurang sesuai karena memang tenaga dan pikiran sudah hampir habis terkuras pada acara penerimaan anggota baru (PAB) yang baru selesai akhir bulan lalu. Namun ditengah lamunan tersebut, salah seorang sahabat saya, Arya Sadewa, tiba-tiba datang dan banyak berbicara tentang rencana pendakian. Dari situ tercetus ide pendakian Semeru yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Sebetulnya ide pendakian Semeru sendiri bukanlah hal baru dikalangan kami anggota GMC UI saat itu. Bahkan Semeru sempat dijadikan salah satu Gunung tujuan alur akhir PAB. Hanya saja karena pertimbangan banyak hal, pendakian Semeru urung dilaksanakan.
Setelah dilakukan pertimbangan yang cukup panjang, akhirnya diputuskanlah akan digelarnya pendakian Semeru tgl 14 oktober 2011. Ada sekitar satu bulan waktu bagi kami untuk melakukan persiapan dengan matang. Kebetulan saya yang ditunjuk sebagai ketua pelaksana kegiatan tersebut. Dengan publikasi seadanya didapatlah sekitar dua puluh orang yang berminat ikut. Namun, mendekati seminggu sebelum hari H, dengan berbagai kendala dan alasan tersisalah sepuluh orang yang menyatakan bersedia mengikuti perjalanan tersebut.
H-3 keberangkatan kami mendengar kabar buruk dari berita bahwa terjadi kebakaran di jalur pendakian Semeru. Mendengar itu kami menanyakan langsung ke TNBTS (via telp) untuk memastikan kejadian tersebut. Pihak TNBTS sendiri membenarkan bahwa telah dan sedang terjadi kebakaran di beberapa titik disana. Namun, hingga saat itu pendakian Semeru masih tetap diperbolehkan.
Jum’at, 14 Oktober 2011
Pagi dihari keberangkatan kembali kami mendapat kabar buruk. Ibunda dari Cipta masuk rumah sakit sehingga Cipta pun menarik diri dari perjalanan ini. Hal yang kurang mengenakkan saya kira. Tinggalah sembilan orang yang tersisa yaitu saya (hasan), Mbay, Dewa, Sandi, Erbe, Rindang, Aziz, Eron, dan Ben.
Menunggu Bus di Depan Gundar |
Pukul 09.00 kami berkumpul di sekret untuk melakukan persiapan akhir sebelum keberangkatan. Packing dan me-list-segala perlengkapan ialah hal yang kami lakukan. Pukul 10.30 kami berangkat ke Pondokcina dan baru naik bis sekitar pukul 11.30. Bis yang kami tumpangi adalah bis patas AC jurusan Depok-Ps.Senen dengan tarif Rp.8.000,-. Satu jam kemudian tibalah kami di St.Senen dan langsung menaiki kereta yang memang sedang parkir disana.
MATARMAJA (Malang-Blitar-Madiun-Jakarta)
Pukul 14.00 MATARMAJA mulai meningalkan tempat parkirnya. Bermain kartu dan bersenda gurau adalah hal yang kami lakukan untuk sekadar menghilangkan kebosanan. Entah pukul berapa (saya lupa) saya dikagetkan oleh pemandangan yang cukup membuat mata kembali segar. Panorama pantai utara jawa dimalam hari yang disinari sinar bulan purnama menjadi pemandangan yang tak biasa. Bagaimana tidak, air laut hanya berjarak sekitar dua puluh meter dari kereta. Teluk-teluk kecil bersambut diselingi dengan beberapa tanjung bergantian layaknya sepasang kekasih saja. Itu artinya kereta sudah mendekati Semarang. Reflek saya mengarahkan hidung kearah jendela dan menghirup udara keindahan ini dalam-dalam. “Wow keren”, gumam saya dalam hati.
Oh ya, ada satu keunikan dari kereta ini. Dibeberapa stasiun, MATARMAJA disambut dengan panggilan ekspres MATARMAJA. Entah apa yang mendasari pemanggilan tersebut, karena yang saya tahu kereta ekspres adalah kereta eksekutif yang berjalan paling cepat diantara kelas kereta lainnya. Mungkin karena kereta ini on time atau mungkin hanya panggilan manja saja.hahaha
Sabtu, 15 Oktober 2011
St. Kota Baru Malang |
Tumpang di Rumah Pak Laman
Sekitar pukul 09.00 kami tiba di Tumpang. Kami memilih untuk diantarkan langsung ke salah satu rumah si empunya jeep yakni Pak Laman yang tak jauh dari pasar Tumpang. Tawar menawar berlangsung cukup alot di rumah yang berada persis di pinggir jalan tersebut. Walhasil harga tetap diangka Rp.450.000,- sehingga masing-masing dari kami harus rela mengeluarkan Rp.50.000,-. Sebetulnya ada serombongan pendaki lain berjumlah empat belas orang yang juga akan menggunakan jasa jeep Pak Laman. Hanya saja mereka tidak mau join dengan kami dengan alasan terlalu penuh jika satu jeep diisi 23 orang. Padahal Pak laman sendiri menyanggupi menaikan 23 orang beserta barang-barangnya dalam satu jeep. Tetapi ya sudahlah, kami tidak punya banyak pilihan karena jumlah kami memang cukup nanggung. Idealnya jeep diisi lima belas orang plus barang, namun bisa dipaksakan hingga 25 orang dengan berdesakan.
Jeep di Halaman Rumah Pak Laman |
Biaya perizinan per-orangnya dikenakan Rp.7000,- untuk administrasi dan asuransi. Oh ya, di sebelah rumah Pak Laman juga terdapat warung bakso yang murah meriah. Dengan uang Rp.4000,- sudah dapat bakso malang+lontong yang cukup mengenyangkan. Recomended untuk kalian semua.haha
Bromo dari arah selatan |
Tepat ketika azan zhuhur berkumandang kami berangkat meninggalkan Tumpang. Jalan menanjak melewati perkampungan, ladang, dan villa-villa disepanjang jalan. Kemudian medan berganti dengan punggungan tipis bergelombang sesekali meliak-liuk melipir tebing curam. Jalur cukup kering berdebu sehingga memaksa kami menggunakan masker dan kacamata. Selanjutnya jeep berjalan medekati bibir tebing yang cukup curam dan terhamparlah salah satu keindahan ciptaan tuhan yang maha kuasa. Ya itulah Bromo. Ia memaksa kami untuk singgah berfoto-foto sambil menikmati hamparan pasirnya. Fantastis
Ranu Pani
Ranu Pani yang Sedikit Mengering |
Usai berfoto kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini sebuah danau yang airnya sedang tidak banyak yang menyambut kami. Inilah Ranu Pani sebagai Entrance pendakian semeru. Di sebelah danau terdapat pos registrasi, mushola, pos pendaki, dan beberapa warung. Setelah menyelesaikan pembayaran jeep, saya langsung melakukan registrasi pendakian. Di salah satu papan pengumuman di tempat registrasi tersebut terdapat daftar nama-nama korban dan sebab-sebabnya. Dari mulai alm. Soe Hok Gie sampai yang terakhir ditahun 2010. Seketika adrenalin saya meningkat pesat. Terlebih sang petugas mensyaratkan pendakian hanya sampai Kalimati dengan nada bicara yang penuh dengan penekanan. Refleks saya memandangi satu persatu teman-teman saya dengan penuh kecemasan. Saya pun menandatangani berkas dengan perasaan was-was dan kekhawatiran.
Pondok Pendaki |
Sesuai dengan manajemen perjalanan yang telah dibuat, kami tidak langsung memulai pendakian meski saat itu masih pukul 15.00. Tujuannya ialah mengistirahatkan diri sekaligus aklimatisasi suhu dan kondisi tubuh. Kami memilih beristirahat di pos pendaki yang tidak dikenakan biaya. Letaknya agak naik diseberang pos registrasi. Dari pos ini terlihat mahameru berdiri dengan gagahnya. Juga terlihat titik api di salah satu titik gunung kelopo ketika malam tiba. Suhu malam itu semakin dingin saja. Tetangga kami, bapak-bapak yang tergabung dalam genk motor Puls*r dari Gresik mengadakan pesta kecil-kecilan di halaman pondokan. Lantunan musik dangdut yang diselingi musik sejenis disko diputar kencang-kencang menghidupkan suasana malam di pos. Beberapa dari kami pun ikut gabung berjoget ria bersama mereka. Lumayan lah, bisa menghangatkan diri dari dinginnya malam Ranu Pane.
Bersambung ke part2...
Bersambung ke part2...
Belum Sempat nulis lanjutannya, mungkin liburan januari nanti.haha
ReplyDelete